Kamis, 31 Januari 2008

BOROBUDUR BUKAN LAGI 7 KEAJAIBAN DUNIA ?

Bangsa Indonesia di tengah keterpurukan di berbagai bidang masih mempunyai kebanggaan yaitu peninggalan budaya yang dimiliki, antara lain Borobudur. Namun akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan dengan berita bahwa Borobudur telah dikeluarkan dari tujuh keajaiban dunia. Padahal telah dipahami sejak pelajaran di Sekolah Dasar, Candi Borobudur adalah salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Hal ini tentu saja mengejutkan masyarakat yang mempunyai kebanggaan akan warisan budaya nenek moyang tersebut.
Kabar dikeluarkannya Borobudur dari tujuh keajaiban dunia berawal dari sebuah yayasan di luar negeri yang mengkampanyekan program bertajuk New 7 Wonders of the World. Kampanye itu dimulai sejak 1999 oleh seorang petualang asal Swiss, Bernard Weber. Pemilihan tujuh keajaiban dunia versi baru melibatkan 20 juta orang di dunia dengan sistem pooling melalui internet dan telepon. Pemilihan nominasi dilakukan secara bertahap. Pada awalnya telah masuk 200 unggulan dari berbagai negara, yang selanjutnya diperas secara bertahap hingga menjadi 21. Sayangnya, sejak babak awal seleksi, dari 200 usul menjadi 70 unggulan, bangunan kebanggaan Indonesia, Candi Borobudur, tidak termasuk sebagai finalis. Tujuh unggulan dengan suara terbanyak akan ditetapkan sebagai New Seven Wonders of the World. Hasil voting akan diumumkan pada 7 Juli 2007 (07-07-07). Berbagai tanggapan pun bermunculan dari berbagai kalangan. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik menyatakan, masyarakat Indonesia tidak perlu cemas dengan tidak masuknya Borobudur sebagai salah satu unggulan New 7 Wonders of the World. "Jangan terkecoh, kepopuleran Borobudur tak berkurang meski tidak terpilih dalam voting itu. Sebab, dasar votingnya juga tidak jelas," ujarnya. Hal senada disampaikan Bupati Magelang, Singgih Sanyoto yang mempertanyakan dari mana kriteria penilaian tersebut. Ia mengatakan, sejak lama terdapat beberapa versi penentuan tujuh keajaiban dunia. Sistem pemilihan yang menggunakan pooling banyak dipertanyakan karena objektivitasnya diragukan. Banyak negara yang sebelumnya sibuk mengkampanyekan situs bersejarahnya agar masuk dalam nominasi. Hasil pooling sangat ditentukan oleh popularitas dan pengaruh kampanye. Pooling yang menggunakan internet dan telepon juga akan membatasi responden pada kalangan tertentu yang akrab dengan internet maupun telepon internasional saja. Hal ini tentu saja akan merugikan situs-situs yang berada di negara berkembang dan jauh. Sebagaimana di Indonesia, sebelumnya tidak terdengar sosialisasi program tersebut dan kemungkinan partisipasi masyarakat dalam pooling juga relatif rendah. Kriteria pemilihan juga tidak jelas, hanya berdasar selera pemilih. Sistem seperti ini mirip dengan pemilihan bintang idol di televisi yang menggunakan pooling. Pemenang belum tentu yang terbaik, tetapi yang mampu menggalang dukungan dengan berbagai cara. Meskipun demikian, hal ini tetap menjadi catatan penting bagi semua pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Borobudur. Terutama instansi-instansi yang secara langsung mengelola kawasan Borobudur. Balai Konservasi Peninggalan Borobudur yang bertanggung jawab pada pelestarian harus secara konsisten bekerja dengan sungguh-sungguh. PT. Taman Wisata selaku pengelola kepariwistaan juga dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pengunjung. Demikian juga dengan pemerintah daerah yang turut bertanggung jawab pada penataan kawasan di sekitar situs (zona 3,4, dan 5). Departemen Kebudayaan dan Pariwisata selaku pengambil kebijakan tertinggi juga harus meningkatkan perhatiannya pada Borobudur sebagai ikon promosi pariwisata budaya Indonesia. Bagi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur sendiri, ada kriteria tersendiri yang harus dipertahankan secara konsisten dan terukur. Yaitu telah diakuinya Borobudur sebagai salah satu dari daftar warisan dunia (World Heritage List / WHL) oleh UNESCO nomor 592 tahun 1991. Kriteria WHL sangat jelas dan melalui proses penilaian yang panjang, serta dimonitor secara terus menerus. Sebagai catatan saat ini Indonesia memiliki tiga situs yang masuk dalam WHL, yaitu Borobudur, Prambanan, dan Sangiran. Saat ini Indonesia juga tengah mengajukan beberapa situs untuk mendapat pengakuan antara lain Puri Taman Ayun Mengwi di Bali dan rumah adat Toraja. Kebijakan dan program kerja yang dilakukan instansi di bawah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata diarahkan pada bagaimana mempertahankan Borobudur tetap masuk dalam daftar warisan dunia (WHL). Berbagai upaya telah dilakukan untuk tetap mempertahankan kelestarian Borobudur. Program rutin yang meliputi observasi, monitoring, preservasi, restorasi, dokumentasi, penelitian dan AMDAL secara konsisten terus dilakukan. Pengawasan lingkungan di sekitar Borobudur bersama Pemerintah Daerah Magelang juga dilaksanakan. Beberapa langkah yang telah diambil antara lain mendukung penolakan pembangunan proyek Shoping Center Jagad Jawa, dan pembangunan pabrik pencampuran aspal. Selain itu bersama dengan instansi-instansi lain yang terkait melakukan berbagai program antara lain GIS (Geographic Information System), peningkatan informasi di zona 1 dan museum, meninjau kembali keberadaan pemancar seluler, dan lain-lain. Program-program tersebut dilakukan untuk menjaga agar Borobudur tetap diakui dalam daftar warisan dunia, karena UNESCO dapat mencoret dari daftar WHL jika kita tidak mampu menjaga kelestarian situs, lingkungan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Meskipun penting untuk diakui sebagai keajaiban dunia, mempertahankan Borobudur dalam WHL adalah tujuan penting yang hendak dicapai dalam program-program yang dilakukan. Karena kriteria WHL lebih jelas, terukur, dan terus dimonitor. Sebelum adanya program New Seven Wonders of the World, sesungguhnya telah ada banyak versi mengenai tujuh keajaiban dunia. Sebagian memasukkan Borobudur di dalamnya, sebagian yang lain tidak. Sehingga program tersebut hanya akan menambah versi dari berbagai versi yang telah ada. Bagi bangsa Indonesia, Borobudur tetap menjadi kebanggan dan tetap menjadi keajaiban dunia di hati masyarakat. (Naskah ini telah dimuat di Kompas Jateng-DIY tanggal 1 Februari 2007)

Baca selengkapnya...