Rabu, 26 Maret 2008

BOROBUDUR SEBAGAI LABORATORIUM PENDIDIKAN


Borobudur yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia menyimpan sejuta mutiara yang dapat dipetik untuk modal pembangunan bangsa. Salah satunya adalah potensi Borobudur sebagai sarana pendidikan. Motto Borobudur for children future yang pernah digaungkan, sesungguhnya bukan sekedar mewariskan sebuah benda bernama candi Borobudur kepada anak cucu. Tetapi untuk memberikan bekal masa depan anak cucu melalui nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Di sisi lain pendidikan merupakan tanggung jawab penting Negara terhadap rakyat terutama untuk menyiapkan generasi mendatang yang lebih baik. Pendidikan selalu dipandang sebagai hal penting yang harus mendapatkan prioritas. Sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah senantiasa diperbaharui untuk menciptakan model pembelajaran yang lebih baik.
Sistem yang sedang berjalan saat ini adalah sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sebagai penyempurnaan system KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Pada sistem KBK peserta didik dituntut untuk lebih berinteraksi secara langsung dengan materi yang sedang dipelajari. Interaksi langsung tersebut diharapkan mampu memberikan pengetahuan yang lebih utuh, tidak sekedar pengetahuan yang bersifat normatif saja. Sehingga KBK meliputi pengembangan aspek normatif, afektif dan psikomotorik pada saat yang bersamaan ketika mempelajari suatu materi.
Sebagai contoh pada pelajaran Biologi mengenai klasifikasi tumbuhan. Peserta didik tidak sekedar dijelaskan dari buku teks tentang klasifikasi tumbuhan, tetapi dibawa langsung ke lapangan untuk mengoservasi contoh-contoh tumbuhan dan mengklasifikasikannya. Dengan demikian peserta didik lebih memahami materi yang dipelajari, sekaligus mengasah aspek psikomotorik ketika melakukan observasi, dan aspek afektif untuk melestarikan alam.
Sistem ini menuntut model pembelajaran yang banyak terjun ke lapangan, sehingga diperlukan sarana-sarana pendidikan yang lebih kreatif. Pada sistem KTSP, model pembelajaran lebih berpotensi untuk dikembangkan karena kurikulum dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan. Untuk mendukung hal tersebut diperlukan sarana pendidikan yang lebih luas, variatif, kreatif, dan berkualitas.
Potensi ilmu pengetahuan yang ada di situs Borobudur dan sekitarnya sangat kaya sehingga dapat diarahkan untuk pengembangan sarana pendidikan. Hal ini sesuai dengan fungsi Borobudur yang dicanangkan pada saat pemugaran oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO. Berdasarkan Masterplan yang dibuat oleh JICA kawasan Borobudur akan dijadikan sebagai Taman Purbakala, sehingga proyek penataan kawasan Borobudur kala itu diberi nama TAPURNAS (Taman Purbakala Nasional). Taman ini akan berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pelatihan, disamping sebagai sarana rekreasi. Dalam perkembangannya berdasarkan Kepres didirikan sebuah perusahaan BUMN dalam bentuk PT. Taman Wisata Candi Borobudur, yang selanjutnya disatukan dengan Prambanan dan Ratu Boko. Perubahan nama taman purbakala menjadi taman wisata sedikit banyak menyebabkan perubahan muatan pendidikan di dalamnya, apalagi dengan bentuk institusi sebagai perseroan terbatas.
Namun potensi pendidikan di Borobudur masih sangat menarik untuk dikembangkan. Terutama kawasan zona 1 yang saat ini pengelolaannya menjadi tanggung jawab Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. Balai Konservasi sebagai Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melestarikan situs Borobudur, serta melakukan penelitian dan pengembangan.
Zona 1 meliputi candi borobudur dan kawasan di sekelilingnya seluas 44,8 hektar. Kawasan ini sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai sarana pendidikan. Beberapa bidang yang dapat dikemukakan di sini antara lain :
1. Biologi
Pada area zona 1 tersimpan berbagai biota yang dapat diobservasi pada pembelajaran biologi. Jenis-jenis tanaman yang ada di sekitar candi sangat beragam dan unik, sebagian diantaranya merupakan tanaman langka. Tanaman-tanaman dan binatang asli Indonesia juga dapat diobservasi dari adegan-adegan pada setiap relief candi.
2. Kimia
Balai Konservasi sebagai penanggung jawab pengelolaan zona 1 memiliki fasilitas penelitian, salah satunya adalah laboratorium kimia yang dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran. Material candi dan sekitarnya juga dapat menjadi sampel kimia yang menarik untuk didiskusikan.
3. Geografi/Geologi
Borobudur terletak di atas bukit yang menimbulkan keunikan kontur lingkungannya. Pembelajaran mengenai kontur tanah, lingkungan geologis, termasuk lingkungan geologis kuna sangat menarik di lakukan di Borobudur.
4. Sejarah
Tidak diragukan lagi bahwa data sejarah yang ada pada Borobudur sangat berlimpah. Pembelajaran sejarah Indonesia yang dilakukan di Borobudur dapat memberikan wawasan yang sangat luas.
5. Bahasa
Borobudur senantiasa dikunjungi oleh wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang berasal dari berbagai negara. Hal ini tentu saja menjadikan Borobudur sebagai sumber pembelajaran Bahasa yang sangat kaya. Setiap pengunjung Borobudur dapat menajdi narasumber pembelajaran bahasa, terutama wisatwan asing. Pembelajaran bahasa asing akan menemukan native speaker dengan mudah di Borobudur.
Bidang-bidang di atas hanya sebagian dari berbagai bidang yang masih sangat mungkin untuk dikembangkan. Borobudur masih menantikan sentuhan pada pemikir dan pelaku pendidikan untuk digarap sebagai laboratorium pendidikan.

Baca selengkapnya...

UNDANG-UNDANG CAGAR BUDAYA ITU AKHIRNYA MENGGIGIT

Kasus pencurian dan pemalsuan koleksi museum Radayapustaka Solo menjadi berita hangat akhir-akhir ini. Meskipun proses hukum masih berlangsung, namun telah dapat dilihat berbagai kemajuan penanganannya. Beberapa orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Koleksi-koleksi yang telah dijual pun sudah mulai teridentifikasi keberadaannya. Apresiasi yang tinggi layak diberikan untuk saksi pelapor, serta kerja keras Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3 Jawa Tengah) dan berbagai pihak lainnya.
Aparat penegak hukum telah bekerja keras untuk mengungkap kasus tersebut sebaik-baiknya. Peran Undang-Undang No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya menjadi sangat sentral dalam mejerat pelaku kejahatan terhadap benda cagar budaya (BCB) tersebut. Diharapkan para pelaku dapat diadili atas perbuatannya dengan hukuman yang setimpal, serta kasusnya dapat terungkap secara tuntas.
Penggunaan Undang-Undang No.5 tahun 1992 tersebut sebagai alat ”penggebuk” oleh aparat penegak hukum merupakan momen penting dalam sejarah pelestarian BCB di Indonesia.

Sebelumnya Undang-Undang No.5 tahun 1992 merupakan produk hukum yang kurang ”populer” di kalangan aparat dan masyarakat. Sangat jarang Undang-Undang ini digunakan sebagai alat penjerat, sehingga banyak kasus pelanggaran atas pelestarian yang akhirnya menguap begitu saja.
Jika kita menengok ke belakang ada beberapa kasus besar pelanggaran terhadap pelestarian BCB di Indonesia. Kasus tersebut antara lain; pengrusakan situs batu tulis di Bogor atas nama ”harta karun”, bangunan Gandok Tengen Ambarukmo yang ”tertabrak” pembangunan Ambarukmo Plaza, dan yang paling baru adalah pengrusakan Stadion Menteng Jakarta untuk pembangunan fisilitas parkir dan taman. Disamping kasus-kasus kecil lainnya yang terjadi di berbagai daerah. Menghadapi kasus-kasus besar tersebut Undang-Undang No.5 tahun 1992 seolah-olah tak punya gigi, dan sampai saat ini para pelakunya juga bebas melenggang.
Kasus besar yang tidak ada penyelesaian tersebut seolah-olah menenggelamkan keberadaan Undang-Undang No.5 tahun 1992. Hal ini menyebabkan masyarakat mempunyai kesadaran yang kurang atas pentingnya pelestarian BCB. Masyarakat belum mampu menempatkan BCB sebagai aset penting bangsa yang harus dilestarikan, serta tidak menyadari akan resiko (baca: hukuman) yang ditanggung apabila melanggar. Untuk membangun kesadaran tersebut, Undang-Undang sebagai produk hukum yang sah harus disosialisasikan secara terus-menerus. Undang-undang juga harus diasah taringnya untuk dapat menggigit setiap pelaku pelanggaran. Dalam hal ini setiap pemangku kepentingan pelestarian BCB harus selalu proaktif menggunakan Undang-Undang sebagai aturan hukum yang harus selalu ditegakkan.
Pada kasus besar yang tidak terselesaikan di atas, peran para pemangku kepentingan belum begitu terlihat dalam membentuk opini apalagi ke proses hukum. Sebagai contoh pada kasus Stadion Menteng, opini yang berkembang kala itu justru dari para selebritis (antara lain Kaka Slank, Primus Yustisio, dan Iwan Fals) yang menyayangkan terjadinya pengrusakan tersebut. Dari kalangan pejabat yang paling lantang berkoar adalah Menpora Adyaksa Dault, yang lucunya akan mengancam pengambil-kebijakan dengan Undang-Undang No.5 tahun 1992. Menteri yang tidak membidangi pelestarian BCB justru akan menggunakan Undang-Undang No.5 tahun 1992 untuk melindungi aset olah raga sekaligus cagar budaya tersebut. Walaupun akhirnya kasus itu juga hilang begitu saja tanpa adanya penyelesaian yang jelas.
Hikmah di balik tragedi
Meledaknya kasus Radyapustaka kembali menguji Undang-Undang No.5 tahun 1992 apakah mampu berfungsi sebagai alat pelindung BCB yang efektif atau tidak. Kita semua berharap agar kasus tersebut dapat terungkap setuntas-tuntasnya dan pelakunya dapat dihukum secara setimpal. Sebagai sebuah tragedi pelestarian BCB di Indonesia, kasus tersebut juga membuka hikmah bagi penegakan hukum perlindungan BCB. Ibarat ungkapan orang jawa jika terjatuh di jalan pun masih mengatakan untung, karena tidak tertabrak kendaraan dan kita jadi tahu tempat itu tidak aman.
Hikmah penting yang dapat diambil dari kasus tersebut antara lain; pertama, Undang-Undang No.5 tahun 1992 menjadi dikenal dan mengingatkan akan ancaman pelanggaran pelesarian BCB. Adanya hukuman kepada pelaku mengingatkan kepada publik bahwa pelanggaran pelestarian BCB adalah tindakan melanggar hukum yang serius. Kedua, tergugahnya kesadaran masyarakat akan tingginya nilai penting BCB dan perlunya menjaga kelestariannya. Kasus Radyapustaka ternyata mampu menggugah kesadaran masyarakat untuk memberikan apresiasi yang sangat baik terhadap upaya pengungkapan kasus ini. Ketiga, tergugahnya kesadaran lembaga legislatif untuk memperhatikan Undang-Undang pelestarian BCB sebagai materi pembahasan yang penting. Hal ini berkaitan dengan tengah diajukannya revisi Undang-Undang pelestarian BCB untuk menyempurnakan Undang-Undang No.5 tahun 1992. Konsep revisi Undang-Undang tersebut antara lain untuk mengakomodasi pembagian kewenangan pelestarian BCB sesuai dengan sistem otonomi daerah. Revisi tersebut juga akan memperberat ancaman hukuman yang dapat dikenakan bagi pelanggar, di samping adanya penghargaan bagi para pelaku pelestari. Revisi juga akan memuat konsep partisipasi masyarakat secara lebih luas dalam pengelolaan BCB. Meledaknya kasus Radyapustaka yang menyedot perhatian masyarakat semoga menggugah para anggota legislatif untuk lebih memperhatikan pembahasan revisi Undang-Undang tersebut.
Akhirnya kita semua berharap dan memberi dukungan moral kepada semua pihak yang sedang bekerja keras agar dapat menyelesaikan kasus ini sebaik-baiknya. Indonesia sebagai negara yang sangat kaya dengan peninggalan budaya sudah saatnya untuk memperhatikan pelestarian BCB secara serius. Peninggalan budaya tersebut harus terus dilestarikan dengan dukungan masyarakat agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Mengingat peninggalan budaya sangat penting untuk modal dasar pembangunan kepribadian bangsa, disamping potensi lainnya untuk pendidikan, penelitian, pariwisata, dan lain-lain.

Baca selengkapnya...

DARI 7 KEAJAIBAN DUNIA KE WARISAN DUNIA; URGENSI KAMPANYE BOROBUDUR SEBAGAI WARISAN DUNIA

Borobudur adalah sebuah monumen yang sangat fenomenal dan menjadi simbol kebesaran bangsa Indonesia. Keagungan Borobudur bagaimanapun sulit dinilai karena tingginya nilai-nilai estetika, budaya, seni, arsitektur, hingga spiritual. Dahulu di sekolah-sekolah diajarkan bahwa Borobudur adalah salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Meskipun sekarang ada kriteria resmi Borobudur sebagai warisan dunia, predikat tujuh keajaiban dunia seolah-olah tidak bisa dipisahkan dari Borobudur.
Tentang The New Seven Wonder
Kurangnya pemahaman masyarakat akan warisan dunia menyebabkan seolah-olah tujuh keajaiban dunia adalah parameter sah untuk mengukur keagungan Borobudur. Sehingga masyarakat begitu terkejut ketika mendengar kabar Candi Borobudur telah dikeluarkan dari tujuh keajaiban dunia. Pengumuman The New Seven Wonder oleh sebuah yayasan yang dipelopori Bernard Webber dari Swiss tidak mencantumkan Borobudur di dalamnya.

Sebenarnya informasi tidak masuknya Borobudur sebagai nominasi sudah diketahui sejak awal tahun 2007. Berbagai tanggapan muncul saat itu, terutama yang mempertanyakan kriteria dan metode pemilihannya. Pemilihan dengan sistem pooling internet dan telepon internasional sangat merugikan negara-negara berkembang yang jauh dari hiruk pikuk penyelenggaraan pemilihan. Kriteria yang tidak jelas juga menyebabkan hasil pemilihan yang hanya sesuai dengan selera pemilih saja. Singkat kata, proses itu hanya menyerupai pemilihan bintang idol di televisi. Pemenang belum tentu yang terbaik, tapi yang mampu menggalang dukungan dengan berbagai cara.
Tujuh keajaiban dunia sendiri merupakan parameter yang abstrak. Bahkan, pada hari pengumuman itu UNESCO segera mempertanyakan kegiatan pemilihan tersebut. Predikat tujuh keajaiban dunia seperti sebuah legenda dengan banyak versi. Pada zaman Romawi kuna telah dikenal tujuh keajaiban dunia, tentu saja Borobudur belum masuk didalamnya. Berbagai sumber juga banyak memberikan versi yang beragam tentang apa saja yang disebut keajaiban dunia. Berbagai versi tersebut ada yang memasukkan Borobudur ada juga yang tidak, sebagian yang lain memasukkan Borobudur dalam keajaiban dunia yang terlupakan
Hingga saat ini tidak ada lembaga resmi yang secara khusus mengelola predikat tujuh keajaiban dunia dengan kriteria-kriterianya. Pengumuman yang terakhir ini juga hanya akan menambah versi dari berbagai versi yang telah ada. Gaung pengumuman tersebut demikian besar karena diumumkan pada tanggal “keramat” 07-07-07 (7 Juli 2007). Lantas jika demikian, siapa yang dapat melarang jika kita tetap menyebut Borobudur sebagai keajaiban dunia.

Borobudur sebagai warisan dunia
Satu hal yang kurang tersosialisasi di masyarakat adalah telah diakuinya Borobudur sebagai salah satu warisan dunia, ditetapkan dalam World Herritage List nomor 592 tahun 1991 oleh UNESCO. Kriteria world heritage sangat jelas dan melalui proses penilaian yang panjang. Situs yang telah masuk dalam daftar warisan dunia juga dimonitor secara terus-menerus untuk mengevaluasi pengelolaannya.
Kriteria warisan dunia merupakan kriteria resmi yang dikeluarkan UNESCO sebagai organisasi dibawah PBB. Situs yang masuk dalam daftar warisan dunia telah melalui proses penilaian yang panjang dan ketat dengan parameter-parameter yang terukur. Saat ini Indonesia memiliki tiga situs yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia untuk kategori budaya, yaitu Borobudur, Prambanan, dan Sangiran. Selain itu beberapa situs juga tengah diajukan, antara lain rumah adat Toraja dan Puri Taman Ayung Mengwi di Bali.
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan pengakuan warisan dunia ini. Tidak banyak masyarakat yang mengetahui bahwa Borobudur telah diakui secara Internasional sebagai warisan dunia. Masyarakat lebih mengenal Borobudur sebagai tujuh keajaiban dunia, bukan sebagai warisan dunia. Ketika muncul versi baru tujuh keajaiban dunia yang tidak memasukkan Borobudur, masyarakat begitu gempar. Kampanye Borobudur sebagai warisan dunia menjadi semakin mendesak untuk dilakukan, agar dapat memberikan pemahaman yang benar tentang warisan dunia. Buku-buku pelajaran sejarah juga perlu mencantumkan pengertian warisan dunia dan situs-situs di Indonesia yang telah diakui.
Kampanye warisan dunia juga diperlukan bagi pengembangan situs-situs lain yang berpotensi untuk masuk dalam daftar warisan dunia. Indonesia sangat kaya dengan sumber daya budaya yang layak mendapat pengakuan sebagai warisan dunia. Daerah-daerah yang memiliki potensi warisan dunia perlu digugah kesadarannnya untuk meningkatkan pengelolaan kekayaan budayanya.
Pengelolaan warisan dunia
Situs yang masuk dalam daftar warisan dunia menjadi situs “milik” dunia, sehingga setiap permasalahan yang dihadapi menjadi tanggung jawab dunia melalui UNESCO sebagai pengelola. Sebagai contoh penanganan candi Prambanan pasca kerusakan akibat gempa, UNESCO dan negara-negara anggotanya turut memberikan bantuan. UNESCO juga memberikan bantuan pengelolaan situs dalam bentuk pendampingan dan bantuan peralatan jika dibutuhkan. Sebagai konsekuensinya, situs yang telah masuk dalam daftar warisan dunia harus dikelola secara professional sesuai dengan standar pengelolaan warisan dunia.
Tantangan yang dihadapi institusi pengelola Borobudur adalah mempertahankan kelestarian Borobudur dan lingkungannya sesuai standar pengelolaan warisan dunia. Kelestarian Borobudur tidak hanya pada candinya saja, namun juga lingkungannya sebagai satu kesatuan lanskap. Hal ini menuntut berbagai pihak turut mendukung upaya yang dilakukan, termasuk masyarakat. Pelestarian kawasan Borobudur mustahil jika hanya dilakukan oleh satu pihak saja.
Masyarakat juga perlu berpartisipasi secara aktif dengan turut menjaga kelestarian Borobudur. Masih banyak perilaku masyarakat yang perlu dibenahi ketika berkunjung ke Borobudur, salah satunya adalah kebersihan. Perilaku membuang sampah pada tempatnya belum menjadi kesadaran budaya sebagian masyarakat kita. Padahal sampah yang dibuang di lingkungan candi, terutama makanan dapat berdampak buruk bagi pelapukan batu candi. Masyarakat sekitar Borobudur juga harus mendukung upaya pelestarian dengan memberikan kenyamanan bagi setiap pengunjung Borobudur.
Balai Konservasi Peninggalan Borobudur telah menggalakkan kampanye tersebut, salah satunya dengan dilaksanakannya diklat pengelolaan warisan dunia. Berbagai pemangku kepentingan diundang sebagai peserta untuk menghasilkan pemahaman bersama yang komprehensip. Gaung diklat tersebut begitu kuat karena mendatangkan pembicara tingkat nasional dan Internasional serta mengundang peserta dari seluruh Indonersia. Outcome yang diharapakan ternyata segera dapat dilihat. Salah satunya adalah mulai dicantumkannya keterangan warisan dunia oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko. Keterangan tersebut dapat dilihat pada petunjuk arah mulai dari jalan Jogja-Magelang, papan nama di pintu masuk wisata, hingga ke lembaran tiket masuk wisatawan. Berbagai pihak juga diharapkan dapat mendukung kampanye tersebut dengan berbagai cara yang sesuai dengan tanggung jawab pekerjaannya.
Jika semua instansi yang bertanggung jawab pada pelestarian dan pemanfaatan Borobudur bekerja secara optimal, didukung oleh peran serta masyarakat, predikat warisan dunia akan tetap disandang. Meskipun tanpa embel-embel apapun keagungan Borobudur akan tetap melekat, namun predikat warisan dunia merupakan pengakuan resmi internasional yang harus kita jaga. Visi pelestarian yang senantiasa dipegang oleh institusi pelestari Borobudur adalah mewujudkan kelestarian Borobudur sebagai warisan dunia. Lebih lanjut predikat warisan dunia yang telah susah payah diraih dan dipertahankan akan tidak bermakna jika masyarakat Indonesia sebagai “pemilik” Borobudur justru tidak mengetahuinya.

Baca selengkapnya...