Senin, 05 Mei 2008

Pengelolaan Laboratorium Konservasi BCB

(Catatan diskusi dengan Agus Sudaryadi, S.S, Muhammad Mayendra, Sariadi, dan Bayu Satria, BP3 Jambi)
Laboratorium konservasi di lingkungan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala idealnya harus ada sebagai sebuah sub sistem yang mendukung usaha konservasi BCB. Kebanyakan kantor BP3 juga sudah memilikinya dengan berbagai kondisi dan intensitas kerja yang berbeda-beda. Namun seringkali laboratorium belum dapat memberikan peran yang semestinya dalam setiap kegiatan-kegiatan konservasi dan pemugaran.
Kenyataan ini seringkali memberikan dampak adanya kekuransempurnaan dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian, antara lain; pertama, kurangnya justifikasi ilmiah dalam setiap pengambilan keputusan dalam tindakan konservasi dan pemugaran. Kedua, adanya potensi terjadinya “kesalahan” atau dampak negatif suatu perlakuan terhadap objek BCB. Ketiga, kurang berkembangnya wawasan keilmuan yang mendasari tindakan-tindakan pelestarian.


Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu :
1. Sarana dan prasarana
Sebagai sebuah sistem yang bekerja secara bendawi, laboratorium tidak dapat bekerja tanpa adanya sarana. Kendala yang dihadapi adalah mahalnya harga alat-alat dan bahan kerja laboratorium, sehingga proses pengadaannya menjadi relatif sulit. Berikutnya adalah pertimbangan efisiensi dan efektivitas sarana yang dibeli. Setelah dialokasikan anggaran yang cukup untuk sarana laboratorium, apakah dapat memberikan sumbangsih yang sepadan dengan besarnya dana yang telah dikeluarkan. Pertanyaan ini harus dijawab terlebih dahulu dengan argumentasi, dan nantinya juga harus dijawab dengan kinerja yang dapat diandalkan.
Dalam kondisi ini maka langkah strategis yang harus diambil adalah mengoptimalkan kinerja dengan sarana yang sudah ada, kemudian secara bertahap menambah sarana yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan. Tidak melakukan tindakan dengan alasan sarana yang kurang lengkap bukanlah langkah yang dapat dibenarkan dalam hal ini. Intinya, buktikan dulu dengan sarana ini kita dapat melakukan ini, tapi kita dapat berbuat lebih banyak jika kita punya itu.

2. Sumberdaya manusia
Tidak diragukan lagi SDM merupakan faktor utama dalam setiap pekerjaan, tidak terkecuali laboratorium. Di Indonesia pada umumnya ilmu dasar eksakta seperti kimia, fisika, dan biologi masih dianggap sebagai ilmu yang “sulit”, bahkan dianggap sebagai momok oleh sementara siswa sekolah. Hal ini juga menjadi kendala karena umumnya ketrampilan dasar yang diperoleh dari sekolah formal menjadi relatif lemah. Sementara jumlah sarjana eksakta di lingkungan kantor Balai Pelestarian juga sedikit. Hal ini dapat dipandang sebagai sebuah masalah, namun dapat juga dipandang sebagai peluang. Dengan sedikitnya SDM yang menguasainya maka terbuka peluang untuk dapat berperan secara lebih luas. SDM yang ada di laboratorium harus memiliki optimisme tersendiri dan semangat untuk terus maju dan berkembang.
3. Sistem dan metodologi
Setelah adanya sarana prasarana dan SDM, maka laboratorium dapat berkembang jika ada sistem dan metodologi yang kuat dan berkembang. Perlu diciptakan dan dikembangkan sistem yang dapat memacu kinerja laboratorium. Seluruh kegiatan konservasi dan pemugaran sebisa mungkin melibatkan laboratorium dengan memposisikannya pada tempat yang sesuai.

Gambaran ideal sebuah laboratorium konservasi sangatlah jauh untuk dapat kita wujudkan, bahkan untuk ukuran Balai Konservasi Peninggalan Borobudur sekalipun. Namun gambaran nyata dengan mengoptimalkan sarana serta SDM yang ada dapat kita ciptakan. Dalam hal ini kita perlu melakukan pemetaan sub kegiatan apa saja yang bisa dilakukan oleh laboratorium. Kita perlu menentukan terlebih dahulu posisi strategis apa yang dapat diambil dalam setiap kegiatan. Hal tersebut tentu saja dilihat dari kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki dan dapat dioptimalkan. Sub kegiatan yang dapat dilakukan tidaklah harus lengkap, rumit, dan canggih. Namun didasarkan pada manfaat yang dapat diberikan bagi kegiatan pelestarian. Lebih baik data yang dapat kita hasilkan sedikit tetapi dapat memberikan mafaat, daripada banyak data tetapi tidak dapat berbicara apa-apa.
Secara umum pokok kegiatan yang dapat dilakukan oleh laboratorium konservasi adalah :
1. Penelitian lapangan
Kegiatan konservasi, pemugaran, dan monitoring situs merupakan kegiatan rutin yang secara rutin dilakukan oleh Balai Pelestarian. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut laboratorium harus mempunyai posisi dan peran di dalamnya. Menurut pengamatan, data lapangan dapat diperoleh oleh staf laboratorium dengan peralatan yang metode sederhana. Sebagai contoh data kondisi lingkungan, dengan peralatan sederhana semisal termometer, higrometer, dan peralatan sederhana lainnya dapat diperoleh data kondisi lingkungan yang valid dan bermanfaat. Parameter lain seperti tingkat keasaman atau pH (tanah dan air) juga mudah dilakukan. Peralatan pH meter untuk tanah (soil tester) saat ini juga sudah dapat dibeli dengan harga yang terjangkau. Parameter lain seperti curah hujan sebenarnya dapat kita ukur di lapangan meskipun tidak mempunyai stasiun klimatologi standar. Parameter-parameter penelitian lapangan perlu terus dikembangkan untuk mendapatkan data yang lebih baik, meskipun tanpa alat-alat yang canggih.
2. Tindakan konservasi (terutama BCB bergerak)
Balai Pelestarian pada umumnya memiliki banyak koleksi temuan dengan berbagai jenis material. Benda-benda tersebut harus dikonservasi sebelum disimpan atau didisplay. Setelah ditemukan benda umumnya dalam keadaan kotor dan tidak sempurna karena faktor usia. Tindakan konservasi yang dapat dilakukan oleh laboratorium adalah proses pembersihan, desalinasi (jika perlu), penyambungan dan kamuflase bila objek pecah atau retak, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan, serta pelapisan untuk melindungi lebih lanjut benda dari pengaruh udara.
Dalam hal ini laboratorium dapat berperan secara aktif dengan mengoptimalkan potensi yang ada. Metode-metode konservasi terhadap berbagai material BCB harus terus dikembangkan oleh setiap laboratorium. Penggunaan bahan-bahan kimia juga harus terus dikaji untuk mencari bahan yang paling efektif dan aman.
3. Analisis
Kegiatan analisis laboratorium merupakan bagian yang paling banyak membutuhkan biaya dan skill SDM. Analisis sebagai sebuah proses pengukuran membutuhkan peralatan ukur yang memadai untuk dapat menghasilkan data yang valid. Meskipun demikian banyak pula analisis sederhana yang dapat dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang terbatas. Kuncinya dalam hal ini adalah mengoptimalkan manfaat dari data yang dapat dihasilkan meskipun data tersebut sedikit.
Berdasarkan pengamatan, laboratorium konservasi umumnya memiliki timbangan analitis, oven, dan peralatan-peralatan gelas kima. Dengan alat-alat tersebut beberapa parameter fisika dan kimia dapat kita ukur. Parameter tersebut antara lain; berat jenis, kadar air, porositas, kapilaritas dan mungkin beberapa parameter fisika lainnya, sedangkan parameter kimia seperti silika dan karbonat juga dapat diukur. Dengan dukungan buret dan bahan-bahan kimia analisis seperti Titriplex III (Na2 EDTA) dan indikator-indikator maka parameter yang dapat diukur akan semakin lengkap. Namun demikian semuanya akan kembali ke prinsip awal, setelah data tersebut kita dapat, manfaat apa yang dapat kita berikan untuk pelestarian. Sehingga setelah data kita peroleh interpretasi terhadap data merupakan tahapan penting berikutnya untuk membahas secara mendalam agar data yang ada dapat ”berbicara”.



Tidak ada komentar: